Ada seorang yang lumayan kaya dia umrah sudah dua kali dan ingin umrah lagi tapi orang miskin yang ada di sekitarnya sangat membutuhkan uluran tangan orang yang kaya maka terhadab orang yang kaya tersebut mana yang lebih utama umrah lagi atau bersekah,
أَ ﱠن رَﺳُولَ ﱠِ� ﺻَﻠﱠﻰ ﱠُ� ﻋَﻠَﯾْﮫِ وَﺳَﻠﱠمَ ﻗَﺎلَ: ٱﻟْﻌُﻣْرَةُ ﻛَﻔﱠﺎرَةٌ ﻟِﻣَﺎ ﺑَﯾْﻧَﮭُﻣَﺎ، وَٱﻟْﺣَ ﱡﺞ ٱﻟْﻣَﺑْرُورُ ﻟَﯾْسَ ﻟَﮫُ ﺟَزَاءٌ إِ ﱠﻻ ٱﻟْﺟَﻧﱠﺔُ. )ﻣُﺗﱠﻔَﻖٌ ﻋَﻠَﯾْﮫِ(
Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda: Umrah menjadi penebus dosa di antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada balasan baginya selain surga.” (Hadis disepakati oleh al-Bukhārı̄ dan Muslim).
Jika demikian, pertanyaa lebih afdhal mana mempergunakan dana pribadi untuk mengulang ibadah umrah atau untuk bersedekah.
Namun hendaknya perlu diperhatikan satu kaedah ilmu fiqih yang
berbunyi:
ٱﻟْﻣُﺗَﻌَدِّي أَﻓْﺿَلُ ﻣِنَ ٱﻟْﻘَﺎﺻِرِ.
Artinya: Amalan yang bermanfaat bagi orang lain/ yang luas (al-muta‘addı̄) lebih utama daripada amalan yang terbatas pada diri sendiri (al-qāṣir).
وَﻣِنْ أَﻋْظَمِ ٱﻟ ﱠطﺎﻋَﺎتِ، وَﻣِنْ ﺛَ ﱠم وُﺟِّﮭُوا ﻗَوْلَ ٱﻟ ﱠﺷﺎﻓِﻌِﻲِّ رَﺿِﻲَ ﱠُ� ﻋَﻧْﮫُ: ٱﻟِﭑﺷْﺗِﻐَﺎلُ ﺑِﭑﻟْﻌِﻠْمِ أَﻓْﺿَلُ ﻣِنْ ﺻَﻼَةِ ٱﻟﻧﱠﺎﻓِﻠَﺔِ، ﺑِﺄَ ﱠن ٱﻟِﭑﺷْﺗِﻐﺎَلَ ﺑِﭑﻟْﻌِﻠْمِ ﻓَرْضُ ﻛِﻔَﺎﯾَﺔٍ، وَھُوَ أَﻓْﺿَلُ ﻣِنَ ٱﻟﻧﱠﻔْلِ، وَﯾَﺄْﺗِﻲ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ذَﻛَرْﺗُﮫُ ﺑِﻧَﺎءً ﻋَﻠَﻰ أَ ﱠن ﻓَرْضَ ٱﻟ ﱠﺻدَﻗَﺔِ أَﻓْﺿَلُ ﻣِنْ ﻓَرْضِ ٱﻟْﺣَﺞِّ، وَﻧَﻔْﻠَﮭَﺎ أَﻓْﺿَلُ ﻣِنْ ﻧَﻔْﻠِﮫِ، وَھُوَ ﻣَﺎ ﯾَدُ ﱡل ﻋَﻠَﯾْﮫِ ﻛَﺛِﯾرٌ
Dan di antara amal-amal ketaatan yang paling besar dan ini sesuai dengan pernyataan Imam Syafi’I ra. Dan di antara ibadah yang paling agung, berdasarkan hal itu para ulama menafsirkan ucapan Imam asy-Syāfi‘ı̄ ra. yang berbunyi: “Kesibukan dengan menuntut ilmu lebih utama daripada salat sunah”, dengan alasan bahwa menuntut ilmu adalah fardhu kifayah,
sedangkan fardhu kifayah lebih utama daripada amalan sunah murni. [
Iidhooh fi Muhyi as-Sunnah li Ibni Hajar alHaitamy Hal. 5 ].
Dari penjelasan tersebut memiliki arti bahwa amal yang jelas-jelas memiliki manfaat lebih luas lebih baik/afdhal dari pada amalan yang hanya untuk memuaskan diri sendiri.
Oleh karena itu Imam Syaf’ir pernah berkata “menuntut ilmu lebih utama dari pada sholat sunnah”. Dengan kata lain menuntut ilmu yang manfaatnya dapat dirasakan oleh orang banyak lebih utama dari pada sholat sunnah yang pahalanya hanya dirasakan untuk per individu. Padahal Rasulullah lebih sayang kepada orang yang membantu fakir miskin dari pada yang bolak balik umrah, dan iblis pun tertawa lebar saat melihat orang yang bolak balik umrah sedangkat orang di samping rumahnya ada orang kelaparan.
Meski demikian, namanya juga manusia sering kali terkalahkan oleh ego pribadinya. Seperti halnya mereka yang tega kenyang sendiri sementara tetangga dan keluarga lain kelaparan.
Wallahu a’lam
- Dan beliau juga Menyusun tentang tata cara sholat jamak qasar:
A. PENGERTIAN
- Shalat qoshor adalah meringkas shalat dari 4 (empat) raka’at menjadi 2 (dua) raka’at.
- Shalat jama’ adalah mengerjakan 2 (dua) shalat fardlu dalam satu waktu. Jika dikerjakan pada waktu yang pertama disebut jama’ Taqdim dan jika dikerjakan pada waktu shalat yang kedua disebut jama’ ta’khir.
B. SYARAT SHALAT QASHAR ADA 7 (TUJUH) :
- Bepergian yang bukan karena tujuan maksiat.
- Jarak perjalanan mencapai 16 (enam belas) farsakh (ada ulama yang mengatakan 88 Km, 80 Km, 64 Km, 94,5 Km, 92 Km dan lain-lain).
- Shalat yang dilakukan adalah shalat ada’ (shalat yang dilakukan pada waktunya) ataupun shalat qodlo’ (shalat yang dilakukan di luar waktunya) yang terjadi dalam perjalanan, bukan shalat yang dingalkan di rumah.
- Niat qoshor (meringkas shalat) dilakukan keka takbirotul ikhrom 5. Tidak
bermakmum kepada orang yang shalat sempurna (4 roka’at).
- Dilakukan masih dalam perjalanan.
- Bepergian dengan tujuan yang jelas.
C. SYARAT JAMA’ TAQDIM ADA 5 (LIMA) :
- Mendahulukan shalat yang pertama (dhuhur atau maghrib).
- Berniat jama’ taqdim pada shalat yang pertama (dhuhur atau maghrib).
- Muwalah/ terus menerus (antara shalat yang pertama dan kedua dak
terpisah oleh waktu yang lama kadar 2 (dua) roka’at).
- Dilakukan keka masih dalam perjalanan.
- Kedua shalat yakin dilakukan pada waktu shalat yang pertama.
D. SYARAT JAMA’ TA’KHIR :
Berniat jama’ ta’khir keka masuknya waktu shalat yang pertama (Dhuhur dan Maghrib).
Catatan :
- Diperbolehkan untuk menggabungkan antara jama’ dan qoshor shalat.
- Tidak disyaratkan tarb dan niat pada waktu shalat yang awal.
SYARAT KEBOLEHAN JAMAK-QASHAR :
- Seseorang boleh menjamak-qashar shalatnya setelah melewa batas desanya.
- Jika seseorang mengadakan perjalanan, lalu dalam perjalanannnya ia melewa daerahnya lagi, maka ia dak boleh menjamak-qashar, sampai ia keluar lagi dari batas desanya.
TUJUAN PERJALANAN :
Jika seseorang mengadakan perjalanan semata-mata bertujuan tamasya / rekreasi, maka ia dak boleh menjamak-qashar.
STATUS MUSAFIR :
Seseorang dihukumi lepas dari status musafir (sehingga dak boleh
jamakqashar) dengan salah satu dari 3 sebab ini:
- Sampai kembali ke batas desanya.
- Tiba di tempat tujuan dan berniat nggal di situ selama 4 hari 4 malam atau lebih selain hari datang-pulang.
- Berniat mukim/menetap di satu tempat secara mutlak (tanpa di batasi waktu).
Wallahu a’lam
Di setiap lembar karya itu, ada doa ibunya yang tak pernah berhenti, ada cahaya ayahnya yang dulu mengantarkan dengan air mata, dan ada sujud panjang beliau di malam-malam sunyi, memohon agar ilmunya bermanfaat bagi umat.
Kini, jika seseorang membaca karya beliau, mungkin mereka tidak tahu bahwa di balik setiap hurufnya tersimpan kisah panjang seorang anak kampung miskin yang berjuang tanpa kasur, tanpa lauk, tanpa pamrih hanya dengan doa, keyakinan, dan cinta kepada ilmu serta orang tua.
Dan setiap kali nama Ustadz Taqius Subki disebut, semoga Allah juga mencatat nama kedua orang tuanya di antara para wali yang berbahagia
karena dari doa merekalah lahir seorang anak yang kini menjadi cahaya bagi banyak jiwa.
Hari-hari beliau kini dipenuhi oleh cahaya ilmu. Aktivitasnya dalam keseharian adalah sebagai pengajar dan pelajar, baik di dayah maupun di luar dayah. Beliau selalu menanamkan dalam dirinya bahwa menjadi guru tidak berarti berhenti menjadi murid, karena ilmu adalah lautan tanpa tepi siapa yang berhenti menimba, akan tenggelam oleh kebodohan.
Di lingkungan dayah, beliau tidak hanya dikenal sebagai pendidik, tetapi juga pimpinan Majelis Ta’lim Raudhatut Thalibin, sebuah majelis ilmu yang beliau bina dengan sepenuh hati. Kini, jumlah majelis yang berada di bawah bimbingannya telah mencapai beberapa tempat yang tersebar di berbagai kawasan Kabupaten Bireuen.
Setiap hari beliau berpindah dari satu tempat ke tempat lain, menghadiri undangan pengajian, mengajar dengan wajah penuh senyum, walau di balik senyum itu tersimpan lelah dan penat yang jarang diketahui orang.
Bagi beliau, ilmu bukan sekadar pelita untuk dirinya, tetapi juga lentera untuk umat.Beliau sering berkata dengan nada tegas namun lembut:
“Kalau bukan dengan ilmu kita hidup, maka tidak ada perbedaan antara kita dengan binatang.” Itulah sebabnya, meski rintangan, cobaan, tantangan, dan godaan datang silih berganti, beliau tidak pernah menyerah.
Hujan deras, panas terik, jarak jauh, bahkan sakit yang kadang mendera tubuhnya semuanya tidak pernah memadamkan semangatnya untuk mengajar dan berdakwah. Beliau meyakini, bahwa keletihan di jalan ilmu lebih mulia daripada istirahat dalam kebodohan.
Dalam perjalanan rohaninya, beliau juga telah menerima ijazah beberapa thariqat besar yang menandakan kedalaman ilmu batin yang beliau miliki.
Beliau memperoleh ijazah Thariqat Syattariyah dari seorang alim ‘allamah, ulama besar yang penuh karamah, yaitu Abu Kuta Krung.
Selain itu, beliau juga menerima Thariqat Naqsyabandiyah dari seorang ulama yang ilmu dan kewara’annya tidak diragukan lagi, yaitu seorang ulama yang di kenal dengan sebutan Walet.
Dan tak berhenti di situ, beliau juga mendapatkan Thariqat Haddadiyah dari ulama besar yang memimpin pondok pesantren tempat beliau kini menetap dan mengajar.
Ilmu lahir dan batin beliau seimbang; langkahnya mantap di atas syariat, dan hatinya tenang dalam dzikir. Di sela kesibukannya mengajar, menulis, dan
berdakwah, beliau juga melanjutkan pendidikan formal sebagai mahasiswa di Fakultas UNIKI, membuktikan bahwa mencari ilmu tidak mengenal batas usia maupun gelar.
Bagi murid-murid dan masyarakat yang mengenalnya, Ustadz Taqius Subki bukan hanya seorang guru, tetapi juga penuntun jiwa dan penyejuk hati. Beliau dikenal sebagai sosok yang sederhana, berwibawa, dan sangat berhati lembut.
Namun di balik kelembutan itu tersimpan ketegasan dalam prinsip dan cinta yang dalam kepada Allah, Rasulullah ﷺ, dan para gurunya. Kehidupannya mungkin sederhana, namun kata-kata nasihatnya menyentuh hati siapa pun yang mendengar.
Dari lisannya lahir untaian hikmah yang sarat makna, yang beliau rangkum dari pengalaman hidup, dari sujud panjang di malam hari, dan dari luka-luka perjuangan yang tak pernah beliau keluhkan.
KATA-KATA NASEHAT DARI BELIAU
Dari bibirnya mengalir kata-kata penuh hikmah petuah yang tak hanya menembus akal, tapi juga menusuk ke dalam hati. Inilah beberapa nasehat emas dari beliau:
- “Kalau engkau ingin mengenal dunia maka membacalah, tapi kalau dunia ingin mengenalmu maka menulislah.”
(Ilmu tanpa tulisan akan hilang, tetapi tulisan yang lahir dari ilmu akan kekal melewati zaman.)
Makna: Membaca membuka wawasan, tapi menulis menjadikan seseorang abadi dalam ingatan. Orang yang menulis dari kedalaman ilmu akan meninggalkan jejak yang tak lekang oleh waktu.
- “Selama lawanku bukan Penciptaku, malaikat, guru, dan orang tuaku, maka kamu bukan siapa-siapa di hadapanku.”
(Tanda rendah hati, tetapi tegas dalam prinsip.)
Makna: Rendah hati tidak berarti lemah. Seseorang boleh berlapang dada, tetapi tetap tegas menjaga kehormatan terhadap pihak-pihak yang memang wajib dimuliakan.
- “Lelaki kalau yang tak punya uang bagaikan sampah di mata perempuan.”
(Peringatan getir tentang realita dunia yang sering menilai manusia dengan harta, bukan dengan hati.)
Makna: Ini bukan hinaan, melainkan sindiran sosial. Banyak orang menilai nilai seorang lelaki dari hartanya, padahal hakikat kemuliaan di sisi Allah adalah takwa, bukan kekayaan.
- “Manusia yang hebat bukan mereka yang memiliki segalanya, tapi mereka yang mampu menyembunyikan kemarahannya.”
(Kesabaran adalah kemenangan tertinggi dari segala pertempuran batin.)
Makna: Orang kuat bukan yang mampu mengalahkan musuh, tetapi yang mampu menaklukkan dirinya sendiri. Mengendalikan amarah adalah bentuk tertinggi dari kekuatan batin.
- “Jangan engkau samakan didikan anakmu dengan didikan orang tuamu, karena kamu dulu dididik untuk masa sekarang, sedangkan anakmu dididik untuk masa yang akan datang. Dan masa selalu bergantian.”
(Pesan penuh kebijaksanaan tentang perubahan zaman dan pentingnya menyesuaikan cara mendidik.)
Makna: Setiap zaman memiliki tantangan berbeda. Orang tua bijak akan mendidik anaknya dengan cara yang relevan dengan zaman, bukan sekadar meniru masa lalu.
- “Jangan terlalu baik dengan seseorang, karena banyak cerita lawan menjadi kawan dan kawan menjadi lawan.”
(Kebaikan tetap penting, tapi kebijaksanaan harus menjadi pagar bagi hati.)
Makna:Kebaikan yang berlebihan tanpa kehati-hatian bisa melukai diri sendiri. Berbuat baik harus disertai hikmah dan batas.
- “Untuk apa engkau bolak-balik umrah, sedangkan di samping rumahmu dan tetanggamu masih ada yang kelaparan.”
(Tamparan lembut agar manusia tidak lupa bahwa ibadah sosial adalah bagian dari ibadah kepada Allah.)
Makna: Ibadah ritual tidak boleh membuat seseorang buta terhadap penderitaan sesama. Menolong manusia juga bagian dari ibadah besar di sisi Allah.
- “Untuk menjadi manusia, cukup dengan memanusiakan manusia.”
(Pesan sederhana yang menjadi inti dari akhlak Islam.)
Makna: Nilai kemanusiaan terletak pada cara seseorang memperlakukan orang lain. Kebaikan, kasih sayang, dan empati adalah puncak dari kemanusiaan sejati.
- “Ketika masalah datang, terimalah seperti tamu yang singgah. Layani dengan ramah, karena ia tidak akan berlama-lama bila engkau menerimanya dengan lapang dada.”
(Kesabaran dan keikhlasan adalah jalan menuju ketenangan sejati.)
Makna: Masalah bukan untuk dihindari, tetapi dihadapi dengan tenang. Seperti tamu, ia akan pergi bila kita menerimanya tanpa keluh kesah..
- “Jangan cari yang sempurna, tapi sempurnakan yang ada.”
(Kesempurnaan bukan untuk dicari, tetapi diciptakan dari keikhlasan yang kecil.)
Makna: Tidak ada manusia atau keadaan yang sempurna. Kebahagiaan lahir dari kemampuan mensyukuri dan memperbaiki yang ada.
- “Bagi kaum lelaki, jika tidak memiliki fisik yang kuat atau ekonomi
yang mapan, sulit baginya menemukan cinta sejati.”
Makna:Realita hidup menunjukkan bahwa cinta sering kali diuji oleh kondisi duniawi. Namun, ini juga menjadi dorongan agar lelaki berjuang menjadi tangguh dan bertanggung jawab.
- “Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan, namun hebat dalam tindakan.”
Makna:Kebesaran sejati bukan dari banyak bicara, tetapi dari ketulusan berbuat. Keikhlasan tercermin dalam diam yang bekerja.
- “Jangan pernah melihat pendosa sebagai ahli neraka, karena kamu yang selalu beribadah pun belum tentu menjadi ahli surga. Sebab taufik dan hidayah Allah itu milik-Nya semata, bukan milik kita. Sejarah membuktikan, seorang ahli ibadah bisa berakhir di neraka, sementara seorang pezina bisa melahirkan tujuh orang rasul dari rahimnya.”
Makna:Hidayah adalah rahasia Allah. Jangan sombong dengan ibadah, jangan putus asa karena dosa. Allah Maha Membolak-balik hati manusia.
- “Allah tidak akan memberimu kehidupan sebagaimana yang engkau inginkan, sebab engkau pun tak menjalani hidup sebagaimana yang Allah perintahkan.”
Makna:Kesulitan hidup sering kali datang bukan karena takdir semata, tetapi karena manusia melanggar aturan Allah. Perbaikilah amal, maka kehidupan pun akan diperbaiki.
- “Anda sopan, saya segan. Anda keterlaluan, saya ratakan.”
Makna: Ungkapan ini menunjukkan keseimbangan antara kelembutan dan ketegasan. Bersikap santun itu wajib, tapi jangan biarkan diri diinjak oleh ketidakadilan.
- “Biasalah hidup untuk tidak dihargai, karena orang buta pun, ketika sudah bisa melihat, yang pertama kali ia buang adalah tongkatnya — padahal tongkat itulah yang selalu menemaninya dalam hidup.”
Makna:Ungkapan ini penuh luka dan realitas pahit: manusia sering lupa jasa setelah merasa mampu. Namun, orang bijak tetap berbuat tanpa berharap balas budi.
Setiap kalimat lahir dari pengalaman, setiap kata disertai luka dan cinta. Nasehat-nasehat itu bukan sekadar untaian bahasa, tapi hasil dari perjalanan panjang seorang hamba yang pernah jatuh, tersesat, lalu bangkit dengan cahaya ilmu.
Penulis:
Ustadz Taqius Subki, SE, Bin Mahmudin
Guru Peusantren Blang Bladeh Bireuen
